Kiai, Ustadz dan Gus

Kiai, Ustadz dan Gus

20 March 2023 06:40 AM

Kolom Gus Zuem, sebuah tulisan dari KH Zaimudin As’ad

Ramadan sebentar lagi. Indra dengar dan baca kita akan sering mendengar dan membaca tiga sebutan tersebut di depan nama para penceramah atau imam salat di masjid / musala sekitar kita. Sehingga ketiga sebutan kehormatan di atas, makin familiar di masyarakat kita. Baik di komunitas muslim maupun pemeluk agama lainya.

Namun demikian, tidak semua orang memahami perbedaan di antara ketiganya, sehingga sering orang yang sama bisa  menerima tiga sebutan sekaligus.

Berikut ini, perbedaan ketiga sebutan di atas, menurut “perspektif” pribadi sesuai hasil pengamatan saya :

Kiai…. sebutan ini disandangkan pada individu yang pakar (‘alim) dalam ilmu agama ( Alqur’an, Hadits dll) atau pengasuh pesantren yang sudah berusia agak lanjut. Namun dalam budaya Jawa (sebagai budaya asal sebutan itu), gelar Kiai tidak hanya disandangkan pada pribadi manusia, tapi juga pada benda ( misal Kiai Guntur Madu, Kiai Plered dsb ) maupun binatang ( misal Kiai Slamet ) yang dikeramatkan dan diyakini membawa berkah.

Pada masyarakat budaya lain, setingkat dengan sebutan Kiai adalah Tuan Guru, Ajengan atau Abuya.

Ustadz… sebutan ini disandangkan pada para pengajar, guru,  penceramah agama Islam pada lembaga-lembaga pendidikan nonformal dan informal. Usia mereka rata-rata relatif lebih muda daripada Kiai.

Di sekitar kita, para pengajar Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) yang muridnya mayoritas setingkat SD dipanggil ustad..

Bagi masyarakat Mesir, sebutan itu sangat membanggakan bangsa Indonesia, karena di Mesir panggilan ustad itu adalah untuk guru besar (Profesor) yang murid-muridnya para calon “DUKTUR” di al Azhar sana. Sementara di sini, di Indonesia : masih SD saja sudah diajar oleh para Profesor…. bagaimana nanti kalo sudah mahasiswa..?

Gus… sebutan ini disandangkan pada seseorang atas dasar faktor genetis (keturunan) untuk putra / anak seorang kiai. Beda dengan dua sebutan sebelumnya, sebutan gus ini merupakan ascribed status : status yang diterima sejak lahir atas kesepakatan sosial. Bukan status yang diperoleh dari sebuah capaian / kompetensi tertentu ( achieved status). Maka kalau ada orang dipanggil gus, kita tinggal melihat bapaknya saja. Kalau bapaknya bukan seorang kiai, berarti dia punya nama depan Agus, misalnya Agus Raharjo, Agus Budi Santoso dan Agus-Agus yang lain, termasuk Guus Hiddink..

Nah… dari figur-figur yang menyandang ketiga sebutan tersebut, alhamdulillah saya banyak mengenal beliau dengan baik.

Di foto ini, untuk figur Kiai diwakili KH Miftahul Ahyar, Ketua MUI Pusat (1), untuk figur ustadz diwakili ustadz Yusuf Mansur (2) yang lembut dan ustadz Abdul Shomad (3) yang tegas, sedang untuk figur Gus diwakili Gus Miftah (4) yang sangat menghibur.

Sekali lagi, saya sangat mengenal mereka dengan baik, juga sangat mencintai mereka semua…

Soal apakah mereka mengenal saya dan mencintai saya.. hehehe.. itu soal lain…… dan alhamdulillahnya saya tak ambil pusing…

Bagi saya, yang penting menyintai..

Karena dari hati yang penuh cinta, Allah akan hadirkan keberkahan luar biasa dan  tak terduga dalam kehidupan kita..

Percayalah….

Salam sehat penuh rahmat (*)

 

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/20/03/2023/kiai-ustadz-dan-gus/



Leave a Reply