Islam, Amarah dan Akal

7 November 2022 06:02 AM

KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)

BERLAKUNYA kewajiban menjalankan ibadah, bagi seorang muslim adalah ketika dia berakal. Maka, manakala seseorang itu zawalul aqli (hilang akalnya), dia terbebas dari kewajiban ibadah apa pun, meski sebelumnya dia pemeluk Islam yang taat.

Secara pribadi saya memaknai hal itu bahwa dalam ber-Islam betapa akal sehat sangat penting perannya. Anda mungkin masih ingat kisah, ketika ada seseorang yang mulai tertarik pada Islam, lalu dia minta waktu pada Rasulullah untuk berfikir selama seminggu sebelum menentukan sikapnya. Namun Rasulullah justru mempersilahkan orang itu untuk berfikir lebih dari waktu yang dia minta, sampai dia yakin bahwa Islam adalah pilihan tepat baginya.

Dari situ saya memetik tauladan, hendaknya ketika kita bersikap atau bertindak dengan mengatasnamakan rasa solidaritas ukhuwah Islamiyah, tetaplah menggunakan akal sehat. Jangan sampai kita terbakar emosi semata sehingga langkah-langkah kita justru di luar batas ajaran Islam itu sendiri.

Jika hal itu kita lakukan, saya jadi ragu-ragu-ragu, apakah pembelaan kita itu betul-betul untuk menegakkan kesucian Islam, atau sekadar menegakkan identitas diri agar tersemat di dada kita gelar di mata manusia sebagai pembela Islam.

Ada baiknya kita mengingat perilaku Sayyidina Ali dalam peperangan ketika beliau menggagalkan tebasan pedangnya pada leher musuh, hanya gara-gara si musuh meludahi wajah beliau. Para sahabat pun terheran heran dan bertanya: hai Ali kenapa kau tak jadi membunuhnya? “Setelah dia meludahi wajahku, aku takut, jangan-jangan aku membunuhnya bukan karena Allah tapi karena nafsu amarahku padanya”

Astaghfirullah.. jangan-jangan saat ini kita marah bukan karena Allah yang Ghafururrohim dan memerintahkan kita untuk bersikap adil, tapi karena ego kita yang merasa diludahi. Wallahu-a’lam (*)

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/07/11/2022/islam-amarah-dan-akal/