Perpustakaan Unipdu

Beragama dengan Nyaman

Beragama dengan Nyaman

19 September 2022 06:00 AM

KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)

SAYA termasuk orang yang tidak nyaman, bila di media ada orang dari pemeluk agama apapun yang menghina/memaki sesembahan (tuhan), keyakinan orang lain.

Selain karena dilarang Allah (Sebagaimana dalam surat Al An’am 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”), juga karena, pertama, perbuatan menghina itu sendiri adalah tindakan yang menyakitkan dan menumbuhkan kebencian pada orang lain, kedua, karena obyek hinaan adalah sesuatu yang di luar jangkauan akal kita semua: Tuhan, yang bila diperdebatkan eksistensi-Nya tak akan berakhir, hingga akhir kehidupan ini.

Kalau pun kita saat ini percaya bahwa Tuhan itu ada, semata-mata karena iman / keyakinan kita saja, bukan karena kita pernah melihat sosok-Nya atau mendengar suara-Nya.

Maka, di mata saya, orang yang menghina keyakinan dan yang diyakini orang lain, sebenarnya orang itu tidak saja menghina Tuhan tapi juga menghina kemanusiaan. Yang apabila dia menyadari dirinya sebagai manusia, dia pasti akan merasa terhina juga.

Perlu diingat, bahwa kita tidak berada di negara zona perang.

Kita di negara yang damai, yang menjamin kebebasan warganya memeluk agama sesuai keyakinannya. Lagi pula, tidak ada paksaan dalam beragama.

Tidak ada otoritas yang berwenang mewajibkan Anda berkeyakinan tertentu. Kewajiban Anda dan saya dalam kehidupan bersama ini adalah merawat ketentraman, kedamaian serta kerukunan, sesuai nilai utama dari keyakinan yang kita jaga dalam denyut keimanan kita.

Oleh karena itu, secara sederhana, saya ingin mengajak,  marilah kita hidup berbangsa dan beragama seperti kita berada di restoran / warung yang menyediakan aneka menu makanan.

Anda boleh memilih rawon yang berwarna hitam itu karena Anda meyakini rawonlah yang menurut Anda makanan bergizi yang  ternikmat di dunia.

Tapi Anda tak punya hak untuk merendahkan menu pilihan saya yang berupa sayur bening sambel terasi dan teri medan yang renyah, karena menu itulah yang membuat saya berkeringat.. hehehe..

Begitu juga saudara kita yang lain… mungkin dia memilih sate dan gulai kambing karena dia meyakini bahwa menu itulah yang membuatnya bisa bertenaga ekstra untuk membangkitkan gairahnya.

Dan… dari pilihan “menu” yang berbeda itu, kita bisa duduk bersama dengan santai dan guyub sambil membicarakan solusi:

Bagaimana penerangan jalan di malam hari agar tidak ada begal, bagaimana mengatur pengairan sawah, supaya kemarau tetap bisa bertani, bagaimana membangun jembatan, supaya anak-anak kita bila ke sekolah/madrasah tidak berputar jauh? menyenangkan sekali bukan.

Mestinya seperti itulah kita beragama di negeri yang damai ini. Beragama dengan nyaman, sebagaimana kita berada di restoran atau warung dengan pilihan “menu” sesuai selera kita masing-masing.

Hehehe…. seperti acara “lunch” kami dengan CEO DAMEN, perusahaan perkapalan dari Belanda di foto ilustrasi itu. Anak saya pilih humberger, sementara tamu bule itu pilih menu rawon.

Kami bisa duduk berdampingan, saling menikmati keyakinan eh menu kami masing-masing..  membahas lahan praktek kerja mahasiswa Unipdu di galangan kapal mereka.

Itulah indahnya beragama dengan nyaman. Karena kita sekadar menjalani apa yang kita yakini. Tanpa harus menghakimi apa yang mereka ikuti. (*)

 

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/19/09/2022/beragama-dengan-nyaman/

Exit mobile version