Menghapus Nomor Kontak

Menghapus Nomor Kontak

5 September 2022 06:04 AM

KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)

AKHIR-AKHIR ini saya punya jadwal khusus tiap Kamis pagi menyeleksi nomor-nomor kontak yang harus saya hapus dari HP. Bisa nomor kenalan, sahabat se alumni sekolah/kuliah, sahabat seperjuangan di dunia pendidikan maupun kemasyarakatan, bahkan nomor saudara dekat dan jauh yang selama ini sering berkomunikasi, baik langsung maupun tidak (via grup ).

Saya menghapus atau men-delete nomor kontak di HP saya bukan karena tidak nyaman atau marah dengan pemilik nomor tersebut tapi justru karena saya ingin membiarkannya atau membuatnya bahagia, tenang dan damai bersama Yang selama ini ia cinta dan puji sepenuh hati.

Saya punya pengalaman menyedihkan, saat Idul Fitri tahun lalu. Saya cari nomor-nomor kontak yang lama tidak komunikasi secara pribadi, kemudian saya sapa via WA dengan memanfaatkan momentum hari raya. ”Assalamu’alaikum mas, semoga sekeluarga selalu dalam limpahan rahmat dan berkah Allah SWT. Bagaimana kabarnya?,”.

Dalam waktu sehari dua hari, belum dijawab. Dia kebetulan pake mode yang tidak bisa diketahui centang hijaunya, sehingga saya tidak bisa mendeteksi apakah pesan saya sudah dibuka apa belum.

Baru beberapa hari kemudian ada pesan masuk dari nomor tersebut: ”Waalaikum salam, amin ya robbal’alamiin… terima kasih doanya untuk keluarga kami. Mohon maaf, papanya anak-anak sudah berpulang pertengahan Ramadan lalu. Mohon dimaafkan kesalahan dan khilaf suami saya.”

Hati saya langsung “mak deg” seperti tak percaya. Karena sebelumnya tak ada kabar sedih tentang dia.

Maka saat itu, saya scroll obrolan kami terdahulu dengan mencermati kiriman foto-foto, video atau dokumen, kalau-kalau ada yang masih saya butuhkan, sebelum saya clear chat.

Selanjutnya, dengan mendoakan dan membacakan Fatihah untuk almarhum, saya hapuslah kontaknya, setelah memberitahu istrinya.

Pada sesi mencermati foto-foto itu, yang paling bikin hati terpukul ketika lihat foto-foto kami bersama yang penuh kenangan. Ingatan langsung melayang ke hal-hal terkecil yang pernah saya rasakan atas kebaikan almarhum.

Maka, betul kata maqalah (ungkapan ): “Cukuplah kematian sebagai nasihat” (Kafaa bil mauti waidho).

Saya seolah menerima nasihat dari pandangi foto dan hapusi kontak para sahabat yang telah berpulang itu untuk selalu berbuat baik pada sesama agar kesaksian yang tebersit dari hati mereka melahirkan pengakuan bahwa kita memang orang baik yang layak mendapat ampunan dan rahmat Allah.

Kesaksian sesama itu penting untuk memperberat timbangan amal saleh dan meringankan beban dosa si mayit. Maka, jika Anda mencermati pemberangkatan jenazah oleh para kiai di kampung, selalu ada pertanyaan: “Selami gesang niki, pak Fulan tiang sae nopo sae.?” (Selama hidupnya, pak Fulan ini orang baik apa baik?).. Hehehe… sepertinya ada upaya framming alias penggiringan opini ya, supaya penta’ziah hanya punya satu pilihan jawaban: sae (baik).

Nah… waktu saya masih muda dulu ( sebenarnya sekarang juga masih).. saya tanya ke ayahanda setelah memberangkatkan jenazah tetangga. Kenapa kok pertanyaannya tidak baik apa buruk, bagaimana seandainya yang wafat itu sering bikin masalah dengan tetangga/orang lain? ”Ya tetap jawabannya baik, karena dengan kematiannya itu berati baik bagi tetangga yang selama ini terganggu dan baik bagi si mayit itu sendiri karena dia sudah tidak berkesempatan lagi melakukan dosa.. hehehe. ”Jawab beliau dengan santai tapi sangat mudah dipahami.

Sahabat hebatku terkasih. Saya berharap nomor kontak saya dan Anda masih lama terhapus dari gawai saudara-saudara kita, agar kita masih punya waktu untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat pada sesama dalam meraih rida Allah.

Aamiin ya Allah. (*)

 

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/05/09/2022/menghapus-nomor-kontak/



Leave a Reply