- August 15, 2022
- Posted by: perpustakaan
- Category: opini-tokoh

Menjaga Rasa Mereka
15 August 2022 09:10 AM
KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)
KETIKA PPKM masih diterapkan dulu, saya bermaksud untuk besuk sahabat saya yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Jombang.
Saya sengaja tidak mengabari, supaya dia tetap seperti apa adanya saja. Toh dia seorang lelaki, sehingga tidak perlu “persiapan” khusus untuk menerima kedatangan saya.. hehehe… Lagi pula, dia dirawat bukan karena terpapar Covid-19.
Maka, sesuai jam besuk yang berlaku biasanya ( pukul 10.00), saya tiba di RS tujuan dengan masker ganda, langsung menghadap resepsionis menyampaikan maksud saya. Ternyata saya mendapat penjelasan bahwa jam besuk ditiadakan.
Untuk meyakinkan saya, sekuriti yang putri itu menunjukkan saya pada banner yang bertuliskan peniadaan jam besuk di RS tersebut sejak awal PPKM. ”Mohon maaf, ya pak.. karena larangan besuk belum dicabut,” kata sekuriti di balik sekat pembatas. ”Baik mbak, tidak apa-apa, terima kasih,” ucap saya sambil bergegas ke kendaraan.
Sesampai di parkiran, sempat terpikir untuk menelepon direkturnya agar bisa diizinkan masuk. Saya yakin dia akan mengizinkan, karena kami punya hubungan baik sejak beliau membantu di FIK Unipdu.
Tapi begitu saya mau menelepon, terbayanglah wajah resepsionis dan sekuriti yang tadi dengan serius menjelaskan larangan besuk. Serta wajah pak direktur yang menandatangani aturan tersebut.
Terlintas di benak saya,,, betapa tidak enaknya perasaan resepsionis dan sekuriti pada saya, ketika saya melewati di depannya, sekaligus betapa merasa bersalahnya mereka pada sang direktur karena telah melarang orang yang ternyata beliau kenal.
Begitu juga di pihak direktur, betapa tidak nyaman perasaannya terhadap resepsionis dan staf RS semuanya karena beliau melanggar aturan yang ditandatanganinya sendiri. Ini pasti akan menurunkan rasa hormat mereka pada beliau.
HP di tangan.. dengan tampilan nomor kontak direktur RS tersebut.. tinggal tekan tombol telepon saja… antara iya dan tidak… masih bimbang…. mobil belum bergerak, masih di parkiran…
Akhirnya saya bilang pada driver: ”Tunggu sebentar ya… saya ke respsionis lagi….”
Sesampai di ruang resepsionis, saya keluarkan HP, bukan untuk telepon tapi untuk berswafoto ( selfie )… hehehe…. dari alisnya, kedua resepsionis itu tampak senyum-senyum saja… saat melihat saya berswafoto dengan background banner peniadaan jam besuk RS. Hanya sekali jepretan, langsung kembali ke parkiran. ”Ayo kita pulang..” kata saya pada driver sambil mengirim foto selfie tadi pada sahabat yang akan saya besuk. Agar dia tahu bahwa niat baik saya sudah saya wujudkan, hanya saja ada aturan yang harus kita patuhi bersama.
Dia pun langsung membalas dengan ucapan terima kasih dan permohonan doa. Alhamdulillah…. plong rasanya…..
Pesan moral pengalaman saya di atas: meski kita bisa melakukan apa yang kita inginkan untuk kepentingan (kesenangan) kita, pertimbangkanlah perasaan orang lain yang akan terdampak atas kesenangan kita itu.
Bisa jadi mereka akan memenuhi apa yang kita inginkan dengan “tampak” ikhlas, tapi sesuatu yang “tampak” itu sesungguhnya untuk menutupi rasa sakit yang begitu dalam.
Singkatnya: ”Jagalah perasaan orang yang kita kasihi tanpa mengorbankan perasaan orang lain, meski mereka berkata ikhlas.”. (*)
Editor : Achmad RW
Sumber : Jawapos Radar Jombang
Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/15/08/2022/menjaga-rasa-mereka/