Keluarga Pencinta Kiai

Keluarga Pencinta Kiai

1 August 2022 06:02 AM

KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)

AHAD beberapa waktu lalu,  saya memenuhi undangan alumni Darul’Ulum yang melangsungkan pernikahan di  Ponorogo. Ketika di perjalanan, saya melihat di grup WhastApp, bahwa kawan saya (pejabat pemkab Malang) yang Sabtu-nya saya jumpai di Malang , ternyata ada di rumah orangtuanya di Ponorogo. Maka kami pun kontak langsung untuk jumpa setelah hadiri resepsi itu.

Karena saya buta Ponorogo, saya pun minta dijemput di titik temu yang kami sepakati, sehingga kami beriringan menuju rumah kawan saya tersebut.

Saya pikir rumahnya dekat tempat acara tadi, sebagaimana yang dia sampaikan via telepon, ternyata 5 km lebih (hehehe biasa, itu strategi tuan rumah yang ingin dikunjungi, selalu bilang: oo dekat itu dengan tempat saya)

Setelah melalui jalan berliku yang sulit untuk bersimpangan, akhirnya sampailah di rumah yang kami tuju. Semula saya bayangkan rumahnya kuno, banyak barang antiknya, karena selain rumah sesepuh, juga karena lokasinya di desa.

Namun begitu sampai pintu gerbangnya, bayangan saya mulai terkoreksi. Di rumah yang berpagar tinggi itu, pintu gerbangnya yang setinggi 3 m lebih, tiba-tiba membuka sendiri (rupanya pake remote control).. Ingat, ini di desa lho…

Begitu masuk, terhapus semua bayangan saya tentang keantikan rumah kuno di desa, karena yang saya lihat di ruang parkir yang cukup enam mobil itu, berderet mobil-mobil Amerika sebangsa Jeep, Ford dll.

Lebih “hancur” lagi bayangan saya, ketika masuk di ruang tamu. Karena bertengger dua moge Harley Davidson yang lebih gede dari milik Sophan Sofian dulu.

Semakin “hancur-lebur” lagi bayangan saya, saat kawan saya itu mengajak duduk di pool side (sebelah kolam) di halaman tengah, menghadap ke kolam renang yang biru (heheh, tapi gak ada yang mandi lho).

Sebelum tuan-nyonya rumah yang merupakan adik kawan saya itu keluar menemui, kawan saya cerita bahwa ayahnya itu pencinta kiai.

Setiap ada kiai dari luar kota datang ke Ponorogo, almarhum ayahnya selalu menawarkan diri untuk mengantar ke mana pun pergi, dan mempersilakan para kiai menginap di rumahnya. ”Bapakku itu orang biasa saja, tapi kalau sama kiai senengnya setengah mati.. sampai disediakan kamar khusus untuk kiai yang menginap,” katanya, sambil menunjukkan kamar depan yang dimodifikasi seperti “suite room” hotel berbintang.

Sesaat kemudian, keluarlah tuan-nyonya rumah, yang tadi sekelebatan saya lihat berpenampilan biasa saja, sekarang tampil menyesuaikan dengan tamunya…hehehe…berpeci dan berjilbab.

Mereka tampak senang sekali ketika kawan saya mengenalkan, bahwa alamat saya di sebuah pesantren di Jombang. Kemudian nyonya rumah yang merupakan adik kawan saya tersebut bercerita tentang ayahnya sebagaimana cerita kakaknya tadi, tapi ada yang lebih khusus. ”Dulu saat saya masih kecil dan belum sekolah, ada Kiai Mahrus Kediri datang ke sini. Saya dan saudara-saudara saya dipanggil, kami pun mendekat tapi beliau hanya memangku saya dan ngutus saya melet (menjulurkan lidah)… kemudian beliau baca do’a..setelah itu beliau meludahi lidah saya.. oleh ibu saya, saya disuruh nelan… ya saya telan… masyaallah ibu saya suenangnya bukan main, sampai bilang-bilang ke tetangga….” kata wanita yang tampak masih muda dan energik itu… ehm..

Pelajaran yang bisa saya peroleh, kecintaan kita pada seorang kiai (ulama) yang alim dan istiqomah dalam beribadah, bisa membuat kita selalu memiliki bintang penunjuk arah ke tujuan yang benar dan diridhai Allah.. itu sudah saya lihat dari keluarga kawan saya tadi.

Tapi cinta itu harus tulus dan penuh keikhlasan. Jangan mencitai atau mendekati kiai (ulama) karena butuh dukungan suara saja… ehehehe. (*)

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/01/08/2022/keluarga-pencinta-kiai/



Leave a Reply