Perpustakaan Unipdu

Akhlak & Protokoler

Akhlak & Protokoler

6 June 2022 08:01 AM

KH Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem)

KETIKA tempat kita menerima kunjungan pejabat negara, mulai dari jajaran kabupaten/kota, provinsi hingga pemerintah pusat, kita “harus” ikuti aturan beracara (protokol) mereka.

Bagian protokoler masing-masing pejabat akan memastikan dulu siapa saja tamu yang akan kita undang, jumlah undangannya, susunan acaranya, tata ruangnya, akses keluar masuknya, posisi duduknya hingga menu hidangannya.

Semakin tinggi posisi jabatan tamu kita, semakin detail pengaturannya dan semakin ketat pengamanannya.

Santri di Darul’ulum sudah sering menerima kunjungan para pejabat negara.. hehehe.. yang paling membutuhkan kesabaran itu kalau kujungan simbol negara (RI-1 & RI-2).

Tuan rumah harus melayani permintaan protokol dan paspampres yang mudah berubah dan kadang kurang pas dengan kultur pesantren dengan berbagai pertimbangan.

Seperti kemarin, ketika RI-2 silaturrahim ke Darul’ulum. H -3 sudah gladi kotor, dengan mencoba beberapa alternatif akses masuk dan akses penyelamatan bila terjadi “sesuatu”.

Termasuk penyediaan ruang ICU dan panser.

H-2 gladi kotor acara, siapa bertindak sebagai apa dan berapa lama. Termasuk siapa sebagai Khatib dan imam salat Jum’at, karena beliau digendakan salat Jum’at di Darul’ulum.

H -1 gladi bersih, mulai penyambutan dari mobil hingga proses jum’atan dan ramah tamah, semuanya dimeniti dengan ketat, sehingga wiridan ba’da salat pun, saya diwanti-wanti untuk mempersingkat dan wapres hanya memberikan sambutan setelah salat Jumat.

Namun pada hari H sejam sebelum acara, protokol menyampaikan bahwa wapres tak perlu memberi sambutan, karena bisa memakan waktu lama sehingga dikhawatirkan mengganggu agenda selanjutnya di Pacet.

Nah… ketika tiba pelaksanaannya, terjadilah perubahan di luar skenario protokoler.

Sebagai khatib yang juga sekaligus imam, begitu selesai khutbah (11 menit), ketika bilal kumandangkan iqomat, saya tidak langsung angkat takbir untuk salat sesuai kesepakatan dengan protokol, tapi sesuai akhlak santri, saya terlebih dulu mempersilakan wapres untuk mengimami, karena pasti lebih bagus bacaan qur’annya, lebih ‘alim, lebih takwa dan lebih sepuh.

Beliaulah yang lebih berhak mengimami.

Begitu wapres merespons positif dan bangkit dari duduknya, saya melihat wajah para anggota paspampres dan protokol tampak tegang.

Mungkin mereka khawatir kalau terjadi sesuatu dan durasi waktu tak terkendali.

Hehehe… betul juga, surat yang beliau baca ternyata lebih panjang dari yang saya persiapkan. Begitu juga bacaan wirid dan doanya.

Setelah itu, beliau menyampaikan tausiyah di hadapan santri dengan nyaman, sampai sekretarisnya membisiki ingatkan beliau bila waktunya sudah cukup, tapi dijawab : ndak apa-apa… dan tausiyah pun terus berlanjut.

Di sini protokoler istana tidak berlaku, tapi akhlak.

Bapak wapres berpedoman pada akhlak bertamu, di mana seorang tamu itu seperti jenazah ( al dhoif ka al mayyit ), harus pasrah mengikuti “perintah” tuan rumah.

Sementara, saya berpegang pada akhlak tuan rumah yang dianjurkan memuliakan tamu ( fal yukrim dhoifahu ), terlebih tamu itu lebih berhak menjadi imam, karena memiliki keunggulan kualitas kompetensi keislaman dan senioritas usia, plus istri yang lebih muda dari ibunya anak-anak…

(Saya pernah dengar pendapat ulama: bila ada dua pria yang hafalan dan kefasihan baca qur’annya sama, kefaqihannya sama, umurnya sama, sama-sama sudah menikah, maka yang lebih berhak jadi imam adalah yang istrinya lebih cantik …. hehehe… sayang saya lupa nama ulama yang berpendapat demikian.)

Alhamdulillah, proses kunjungan kerja wapres ke Darul’ulum berjalan lancar aman, yang diakhiri dengan ziarah ke makam pendiri.

Oh iya, bila anda penasaran, siapa nama ulama yg menjadikan wajah istri sebagai penentu final seseorang yang berhak menjadi imam itu, mohon saya diberi waktu untuk mengingat…

Saya lupa nama beliau, soalnya saya kurang sepakat dengan pendapatnya. Sebab, bagi saya, kecantikan perempuan itu sangat unik dan subyektif sehingga baru bisa kita rasakan setelah duduk dan bincang bersama beberapa saat… hehehe… begitu sih kata orang. (*).

Editor : Achmad RW

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/opini/06/06/2022/akhlak-protokoler/  

Exit mobile version