Kolom Gus Zuem: Jumatan di Paris

Kolom Gus Zuem: Jumatan di Paris

8 April 2022 08:07 AM

Oleh KH. Zaimuddin Wijaya As’ad, Pengasuh PP Darul Ulum Rejoso

Bagi muslim yang sedang bersyafari (musyafir), sesungguhnya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan salat Jumat. Tapi bagi orang yang ingin mengetahui dinamika kehidupan komunitas Islam di suatu wilayah tertentu, maka mengunjungi masjid dan mengikuti salat berjamaah, adalah suatu keharusan.

Setelah kami mengunjungi menara eifel, saya lihat jam menunjukkan pukul 14.30. Ini berarti sudah hampir masuk waktu Duhur. Maka saya minta driver KBRI untuk membawa kami ke Masjid Jami’ Paris, Grande Mosque de Paris.

Sampai di sana pas waktu Duhur tiba. Sehingga saat kami wudu, diiringi suara azan yang merdu dengan lagu Masjid Nabawi.

Saat mau masuk masjid, banyak terlihat jamaah yang pilih tempat di luar yang panas tersinari langsung sang surya, karena tidak ada tenda.

Saya sempat pesimis untuk dapat tempat di dalam masjid. Karena saya pikir di dalam sudah penuh.

Dengan hati was-was, saya coba melangkah ke dalam, ternyata masih tersedia tempat.

Alhamdulillah, saya pun duduk di depan pintu ruang dalam masjid. Karena di ruang dalam sudah penuh.

Setelah salat sunah, saya dengarkan dengan serius pesan-pesan yang terdengar dari khatib. Intinya menjelaskan betapa wajibnya seorang muslim untuk menuntut ilmu, dengan bahasa campuran Arab (firman + hadis) dan Perancis (penjelasan).

Khutbah itu sekitar 20 menit. Begitu dia selesai, saya pikir langsung ikamah untuk mulai salat. Ternyata yang berkumandang itu bukan ikamah tapi lafal azan, yang berarti azan kedua.

Nah, setelah azan kedua itulah baru khutbah yang sesungguhnya. Pada khutbah ini, khutbah pertama menggunakan Bahasa Arab saja, seperti di masjid-masjid pesantren atau kampung zaman dulu.

Sedang khutbah kedua menggunakan bahasa campuran.

Topik khutbahnya mengangkat peristiwa hijrah, relevan dengan tahun baru hijriyah.

Sang khatib menjelaskan tentang akhlak Rasulullah yang demikian tinggi menjunjung nilai persaudaraan. Tercermin dari piagam Madinah yang mengakui eksistensi seluruh warga kota Madinah dari berbagai suku, kabilah maupun keyakinan yang beragam.

Jamaah terlihat antusias mendengarnya, khusuk dan hening. Tidak ada gangguan apapun, termasuk kotak infak yang berkeliling.

Nah, soal peredaran kotak infak itu, beda dengan yang terjadi di masjid-masjid negeri kita.

Di masjid Paris, kotak infaknya dibawa petugas masjid yang berdiri di antara jamaah. Dia akan mendatangi jamaah yang memanggilnya.

Dan itu hanya dilakukan sebelum khutbah azan kedua.

Hehehe.. Suara klotak-klotak uang logam sering terdengar. Itu bisa jadi uang 1 euro ( Rp 17 ribu), beda dengan besaran uang logam kita.

Selesai jumatan, saya melihat banyak orang menuju pusat informasi keagamaan yang sepertinya mau menanyakan tentang keislaman. Sementara di luar, di taman masjid yang indah, banyak travelers berfoto ria, termasuk rombongan dari Jombang ini.

Saat keliling bangunan taman masjid yang indah, ada yang menjadikannya lokasi foto prewed. Saya berharap dalam hati, semoga Allah menyempatkan sahabat-sahabat saya di dunia nyata maupun maya untuk berkunjung ke sini. Saya berharap, itu anda.

So, berjalanlah di muka bumi. Lihatlah kemahabesaran Tuhan agar kita menjadi hamba yang selalu merendahkan hati.

– Advertisement –

Editor : ROJIFUL MAMDUH

Sumber : Jawapos Radar Jombang

Link : https://radarjombang.jawapos.com/nasional/08/04/2022/kolom-gus-zuem-jumatan-di-paris/



Leave a Reply